BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan
zaman dengan tingkat modernisasi yang semakin merajalela dengan tututan
berbagai hal semakin meningkat secara dinamis yang didukungan oleh perkembangan
teknologi yang canggih. Hal ini sangat tampak jelas pada perkembangan industri
pangan, dimana semakin meningkat proses pengolahan yang sudah mampu mengikuti prosedur-prosedur
berstandar yang aplikasinya oleh seluruh industri pangan di dunia. Penerapan
sudah diaplikasikan mulai dari pemilihan bahan baku, peralatan yang digunakan,
ruangan yang berstandar, proses pengolahan
yang benar, jaminan konsumen, bahkan sampai dengan penanganan dan
pemanfaatan hasil samping dari kegiatan industri yang dilakukan.
Mengingat
tingginya konsumtif masyarakat terhadap ikan menyebabkan industri pangan
berbasis pengalengan ikan semakin berkembang pesat. Salah satu indikator
dilakukan pengalengan pada ikan adalah kandungan protein dan kaya akan omega-3
yang sangat baik bagi kesehatan manusia, dan dengan tujuan untuk memperpanjang
masa simpan ikan terutama ikan segar.
Namun dari kegiatan
industri yang dilakukan terdapat dampak negatif berupa hasil sampingan , dimana
cukup menyedot perhatian publik yaitu berupa limbah. Mengingat pentingnya
menjaga ekosistem lingkungan sehinggga sangat perlu untuk melakukan penanganan
limbah dengan tujuan menghindari terjadinya kehilangan keseimbangan alam yang
dapat menimbulkan berbagai ancaman dimasa yang akan datang. Dalam penanganan
limbah terdapat dua alternatif dalam menangani limbah yaitu melakukan
penanganan dengan tujuan mereduksi bahan-bahan limbah sampai dengan batas baku
mutu limbah yang aman untuk dibuang atau dengan melakukan proses pengolahan
menjadi bahan atau produk yang dapat dimanfaatkan. Proses penangan bisanya
dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung jenis dan karakteristik
limbah yang ditangani.
1.2
Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui
karakteristik limbah pengalengan ikan.
- Untuk mengetahui
sumber-sumber limbah pengalenganikan.
- Untuk mengetahui bentuk-bentuk
limbah pengalengan ikan.
- Untuk mengetahui standar
baku mutu limbah pengalengan ikan.
- Untuk mengetahui cara ataupun metode penanganan
atau pemanfaatan limbah pengalengan ikan.
BAB 2
LIMBAH
PENGALENGAN IKAN
2.1
Karakteristik Limbah Pengalengan Ikan
2.11 Karakteristik fisik
Adapun
karakteristik fisik limbah pengalengan yaitu terdiri dari :
a. Berwujud padat dan cair
b. Warna dari limbah cair adalah berwarna merah bata
sampai cokelat, yang
disebabkan
bercampur dengan darah ikan.
c. Aroma bau amis, disebabkan oleh dekomposisi
lanjut protein yang kaya akan asam amino bersulfur (sistein), meningkatkan asam
sulfida, gugus tiol, dan amoniak. Asam lemak rantai pendek dikomposisi bahan
organik juga akn menyebabkan bau busuk.
d. Total
padatan tersuspensi (TSS) sebesar 50 mg/L dan untuk padatan terlarut (TDS)
sebesar 2000 mg/L.
2.12
Karakteristik kimia
Terdapat karakteristik kimia limbah
pengalengan yaitu terdiri dari :
a. pH
limbah pengalengan ikan berkisar 6-9. Semakin tinggi atau rendaahnya tingkat
keasaman dapat menyebabkan terganggunya kehidupan biota air dan pH yang terlalu
asam dapat mempercepat pengkaratan (korosif).
b. Nilai
BOD5 100 mg/L dan COD sebesar 75 mg/L berdasarkan standar mutu.
Semakin tinggi nilai BOD maka semakin tinggi pula tingkat pencemaran.
c.
Kandungan logam berat, seperti Pb sebanyak 0,1 mg/L pada limbah pengalengan
ikan.
d.
Kandungan lemak/minyak, diperoleh dari proses pengolahan sehingga dihasilkan pada
limbah pengalengan ikan yaitu 10 mg/L.
2.13
Karakteristik biologi
Karakteristik biologi pada limbah
industri pengalengan ikan yang berkaitan dengan penguraian bahan-bahan organik
yang dikukan oleh mikroorganime autotrof berupa proses
nitrifikasi. Proses ini terjadi melalui oksidasi ammonium menjadi nitrit dan
selanjutnya menjadi nitrat. Telah diketahui banyak jenis mikroba
nitrifikasi yang berperan didalamnya, tetapi tidak satupun yang dapat merubah
langsung ammonium menjadi nitrat. Proses oksidasi ammonium menjadi nitrit
dilakukan oleh Nitrosomonas sp,
dan oksidasi nitrit dilakukan oleh Nitrobacter
sp. Oleh karena itu pada limbah industri pengalengan ikan sering
menimbulkan bau amoniak dan biasanya dengan jumlah 1 mg/L.
2.2 Potensi jenis limbah yang dihasilkan dari setiap tahapan
proses pengalegan
Terdapat
tahapan proses dalam pengalengan ikan yang memungkinkan munculnya berbagai
jenis limbah yaitu sebaagai berikut
1) Penerimaan bahan baku
Gambar 1. Penyotiran bahan baku
Setiap bahan baku yang diperoleh harus
diperiksa mutunya paling tidak secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan
persyaratan teknik sanitasi dan higiene.
Ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku harus ditolak. Untuk bahan baku
segar harus segera dilakukan pencucian menggunakan air mengalir dengan suhu
maksimum 5oC. Bahan baku yang diterima dalam keadaan beku, apabila
menunggu proses penanganan selanjutnya maka harus disimpan dalam es yang
bersuhu -25oC. Bahan baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu proses
penanganan selanjutnya harus disimpan pada suhu chilling (0C).
Jenis limbah : Limbah cair, penggunaan air
mengalir untuk mencuci ikan segar.
2) Persiapan
Gambar 2. Pemotongan bagian yang tidak
diinginkan
Apabila bahan baku masih dalam keadaan beku
maka dilakukan pelelehan (thawing) dalam air mengalir yang bersuhu 10o – 15 oC. Untuk ikan dalam keadaan utuh, dilakukan pemotongan kepala, sirip dan
pembuangan isi perut. Sedangkan ikan yang berukuran besar dilakukan pemotongan
bagian badan menjadi ukuran yang sesuai dengan alat precooking dan
selanjutnya ditempatkan dalam rak pre-cooking.
Jenis limbah : Limbah padat, sisa bagian tubuh
ikan dari kegiatan pemotongan seperti kepala, sirip, isi
perut, darah, sisik.
3) Pemasakan pendahuluan (pre-cooking)
Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak
dimasukkan ke dalam alat pemasak menggunakan uap panas (steam). Waktu
yang dibutuhkan untuk pemasakan pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun
umumnya berkisar 1 – 4 jam (mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari daging ikan)
dengan suhu pemasakan 100o – 105o C.
Jenis limbah : Limbah cair, medium air yang
digunakan sebagai pemanas (dalam jumlah sedikit).
4) Penurunan suhu
Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat
pemasak dan diturunkan suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30o C) dalam waktu
maksimum 6 jam.
5) Pembersihan daging
Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit,
tulang dan daging merah menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging
merah yang terbuang ditampung dalam wadah yang terpisah.
Jenis Limbah : Limbah padat, berupa sisik, kulit, tulang, daging merah.
6) Pemotongan
Daging putih yang telah bersih dari kulit,
tulang dan daging merah, dipotong-potong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Pada tahap
pemotongan ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak. Daging
putih yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/diisikan ke dalam kaleng.
Jenis limbah : Limbah padat, berupa daging yang
rusak dan daging sisa pemotongan.
7) Pengisian
Gambar 3. Pengisian daging kedalam kaleng
Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan
dengan cara menata daging ikan ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid,
chunk, flake, standard, grated).
a)
Solid : 1 – 2 potong daging putih, bebas serpihan.
b)
Standard : 2 – 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %.
c)
Chunk : serpihan daging putih satu kali makan, sepihan flake maks 40 %.
d) Flake : potongan daging kecil < chunk.
e)
Grated : daging kecil (flake, tidak seperti pasta).
Jenis Limbah :
Limbah padat, berupa serpihan dari potongan ikan
8) Penambahan medium
Medium ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup.
Suhu medium antara 70 – 8oC. Pengisian media hingga
batas head space atau antara 6 – 10 % dari tinggi kaleng. Tahap ini medium biasanya dapat dipanaskan
terlebih dahulu untuk mengusir oksigen yang dapat dipergunakan oleh
mikroorganisme untuk tumbuh, hal ini dikenal dengan exhausting.
Jenis limbah : Limbah cair, berupa medium
pengisian yang terbuang.
Gambar 4. Proses pengisian dan exhausting
9) Penutupan kaleng
Gambar 5. Penutupan kaleng
Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double
seaming dan dilakukan pemeriksaan secara periodik.
Jenis limbah : Limbah padat, berupa tutup
kaleng yang rusak.
10) Sterilisasi
Gambar 6. Proses sterilisasi
Sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan
nilai Fo
sesuai dengan jenis dan ukuran kaleng, media dan tipe produk dalam kemasan atau
equivalent dengan nilai Fo > 2,8 menit pada suhu 120oC. Pada setiap
sterilisasi harus dilakukan pencatatan suhu secara periodik.
Jenis limbah : Limbah cair, berupa air bekas medium pemanas.
11) Penurunan suhu dan pencucian
Gambar 7. Tahapan pendinginan dan pengepakan
Penurunan suhu dan pencucian menggunakan air
yang mengandung residu khlor 2 ppm. Setelah dikeluarkan dari retort, kaleng dipindahkan ke
tempat yang terlindung (restricted area) untuk pendinginan dan
pengeringan.
Jenis limbah : Limbah cair berupa senyawa khlor 2 ppm, es dari penyimapan ikan.
12) Pemeraman
Kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam
suatu ruang dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, dan
kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap
rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal
selama 7 (tujuh) hari.
Jenis Limbah : Limbah padat, berupa kaleng sisa pembentukan pengalengan ikan.
Berikut
diagram alir proses pengalengan ikan pada berbagai industri :
|
BAB.
3
LIMBAH PADAT
3.1 Sumber
limbah padat pengalengan ikan
3.11 Bagian tubuh ikan
Limbah padat yang
dihasilkan dari kegiatan industri pengalengan ikan dapat berasal dari bagian
tubuh ikan yaitu :
- Ingsang
- Kepala ikan
-Tulang ikan
- Perut ikan
- Ekor ikan
- Sisik
- Bahkan ada pengalengan ikan yang
mengeluarkan kulit ikan itu sendiri
3.12
Kemasan
Dalam kegiatan pengalengan biasanya digunakan wadah pengemas untuk
mewadahi sekaligus menjaga keamanan ikan yang
dikalengkan sehingga masa simpan dapat diperpanjang, namun disisi
lain sisa hasil pembentukan pengalengan
dan setelah digunakan oleh konsumen
menjadi limbah yang berbasis rumah tangga yang berpotensi menimbulkan
pencemaran lingkungan. Oleh karena itu kemasan kaleng yang digunakan menjadi
sumber limbah padat dari pengalengan ikan.
3.3 Penanganan
- Bagian tubuh ikan
Limbah
padat yang dihasilkan dari proses pengalengan ikan ini umumnya sangat jarang
sekali dilakukan penanganan untuk dibuang ke badan air. Namun mengingat potensi
dari limbah padat yang masih memiliki kandungan
gizi dan nilai ekonomis yang tinggi, sehingga limbah padat diolah
menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomis tinggi. Pengolahan seperti itu
juga dapat meminimalkan limbah dari ikan pengalengan ikan tersebut.
Pengolahannya juga dapat menambah pemasukan industri tersebut.
- Kemasan
Daurulang kaleng menjadi kaleng yang
dapat digunakan kembali, caranya dengan melakukan peleburan dengan cara
melelehkan kaleng dengan suhu 12000C dan kemudian dilakukan
pembentukan kembali.
Kaleng
merupakan salah satu hasil produksi yang menggunakan alumunium sebagai bahan
bakunya. Gagasan yang diajukan untuk mengurangi jumlah sampah kaleng yaitu
dengan cara recovery, dimana lapisan
aluminium dari sampah tersebut menjadi tawas. Pembuatan tawas dari sampah ini
sangat mudah. Kaleng dibakar untuk menghilangkan pengotor aluminium
seperti lapisan plastik, cat ataupun kertas. Jika sudah bersih, aluminium
dipotong kecil-kecil dan dilarutkan dalam KOH dengan perbandingan masa
alumunium dan KOH sebesar 1 : 2. Jika aluminium telah larut seluruhnya, larutan
ini disaring dan filtratnya ditambah dengan H2SO4 sampai endapan
larut. Jika endapan telah larut maka larutan terebut didiamkandan kristal tawas
akan segera terbentuk.Pembuatan tawas dengan metode ini dapat mengurangi biaya
produksiyang tinggi. Biaya produksi dapat ditekan lebih dari 50% dengan
penggunaan bahan baku sampah aluminium ini. Selain mengurangi biaya
produksi, dengan metode ini limbah aluminium dapat dikurangi karena hampir 99%
sampah aluminium memiliki komposisi aluminium yang sama dengan aluminium baru, sehingga
kualitas produksi tidak akan turun.
BAB. 4
LIMBAH
CAIR
4.1
Sumber limbah cair
4.11 Darah
Darah
merupakan salah satu sumber limbah cair dari aktivitas industri pengalengan
ikan. Namun jumlahnya tidak menunjukkan presentase dalam jumlah yang besar sehingga
bisanya darah yang berwujud cair ini hanya akan mempengaruhi warna dari pada
badan air yang mengandung limbah pengalengann ikan.
4.12 Proses pengolahan
Berdasarkan sumbernya air
limbah yang dihasilkan dikawasan industri pengolahan ikan dikelompokan menjadi
2 jenis, yaitu :
1. Air
limbah domestik, yaitu air limbah yang berasal dari kamar mandi, toilet,
kantin, wastavel dan tempat wudu. Sesuai dengan aktivitasnya, maka sumber air
limbah ini akan dihasilkan oleh setiap industry yang ada.
2. Air
limbah produksi, berasal dari aktifitas produksi seperti pencucian
komponen-komponen peralatan dan lantai produksi. Sesuai dengan kegiatan
industri dan setiap aktivitas yang ada didalam suatu perusahaan.
Didalam proses
produksi, air yang digunakan untuk kegiatan seperti :
-
Pencucian/pembersihan bahan baku
- Pembersihan isi perut ikan
- Pemasakan dan pembersihan lokasi
pabrik
Oleh karena itu banyak
air yang digunakan dalam sekali produksi tidak sedikit. Dalam data survey
penggunaan air dalam industri ikan dalam suatu daerah dapat dilihat dalam tabel
beriku:
Tabel 1. Penggunaan air dalam berbagai
industri pengolahan ikan
No.
|
Industri
|
m3/ton
|
1.
|
Pengalengan
Ikan
|
20
|
2.
|
Tepung
Ikan
|
12
|
3.
|
Cold
Storage Ikan
|
15
|
4.
|
Minyak
Ikan
|
10
|
5.
|
Pengoalah
Ikan Lainya
|
15
|
6
|
Keperluan
Ikan Domestik
|
0,10
|
Dengan asumsi diatas
diketahui jumlah air yang digunaan dalam satu hari mencapai rata-rata 14 m3/ton
dalam satu kali produksi. Dengan jumlah yang sangat banyak ini tentu akan
menghasilkan limbah cair yang sangat banyak dan tentu tidak dapat langsung
dibuang karena dapat meningkatkan beban lingkungan.
4.13 Bahan tambahan
Dalam pengalengan ikan
digunakan bahan tambahan yang berpotensi menimbukan limbah. Limbah ini berasal
dari air yang
mengandung garam, campuran minyak kedelai, asam sorbat, kalium, natrium sorbat,
dan cairan yang mengandung zat zat organik hasil pengolahan. Selain itu limbah cair juga dihasilkan dari
medium pengalengan seperti saos cabai atau saos tomat dan
minyak sayur (vegetable oil), air, sirup, minyak, atau
larutan garam mendidih.
4.2 Mikroorganisme
limbah cair
Limbah cair yang tidak langsung ditangani menimbulkan sejumlah
dampak negatif yang salah satu faktor penyebabnya adalah kegiatan
mikroorganisme. Adapun mikroorganisme yang sering terdapat pada limbah padat
dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1. Bakteri aerob
Bakteri ini dapat digolongkan menjadi bakteri atau
mikroorganisme autotrof dimana pada kondisi awal limbah yang dibuang masih
dalam keadaan aerob akibat tersedianya oksigen sehingga, dengan tersedianya
oksigen bakteri ini dapat tumbuh dan mereduksi limbah yang terdapat pada badan
air terutama dengan bantuan matahari dan hasil fotosintesa tumbuhan air.
2. Bakteri anaerob
Bakteri ini dikenal dengan bakteri pembusuk dimana air
limbah tanpa penangan jika langsung dibuang ke badan air dapat menurunkan
kandungan oksigen yang terlarut pada air sehingga akan tercipta kondisi anaerob
yang memicu pertumbuhan bakteri anaerob yang dapat mengubah bahan-bahan organik
limbah menjadi senyawa-senyawa yang dapat menganggu ekosistem lingkungan
seperti dihasilkannya H2S dari penguraian sulfur, gas metan (CH4)
dari penguraian unsur karbon, amina dari penguraian ammonium, dan PH4 dari penguraian phospat. Kebanyakan
bakteri dapat hidup pada aw >0.90, sehingga kerusakan oleh
bakteri terutama terjadi pada produk-produk yang berkadar air tinggi. Untuk
beberapa bakteri lainnya, oksigen bersifat racun. Bakteri ini dinamakan
anaerob. Contoh bakteri yang bersifat anaerobik adalah Clostridium. Ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada kondisi tanpa
dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut fakultatif anaerobik, contohnya
Bacillus.
4.3 Penanganan
Desain
Pengolahan Limbah
Jika dilihat
dari karakteristik limbah cair industri pengolahan hasil ikan memiliki kadar
BOD 2,96 kg/ton ini berarti memiliki range yang cukup besar. Untuk membuat
pengolahan limbah harus diturunkan dahulu COD hingga mencapai 200 ppm atau
disesuaikan dengan ambang batas COD, dan biasanya menggunakan pengolahan
sebagai berikut :
1. Penyaring,
penyaring ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah
cair, penyaringan ini dipasang sesuai kebutuhan.
2. Bak/Tangki
Equalisasi, Tangki ekualisasi ini
berfungsi untuk menampung limbah yang keluar sebelum diolah sehingga kualitas
limbah menjadi homogen.
3. Fixed Bed Reactor,
merupakan peralatan pengolahan anaerob yang digunakan untuk COD diatas 6000
ppm.
4. Trikling Filter,
merupakan peralatan poses biologi aerob fan anaerob yang biasa digunakan untuk
pengolahan limbah 4000 ppm.
5.
Instalasi dan pompa, yang merupakan
alat penunjang proses pengolahan sebelum dan sesudah.
Proses
Pengolahan Limbah Cair
-
Pengolahan Primer
Beberapa proses
pengolahan primer yang biasa digunakan untuk mengolah limbah cair adalah :
1. Equalisasi
Proses ini dimaksudkan
untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya fluktuasi kualitasnya
dapat dikurangi. Proses ini sangat diperlukan apabila limbah cair akan
mengalami proses pengolahan berikutnya. Equalisasi
dilakukan dalam suatu bak yang ukuran dan jenis baknya sangat bervariasi.
Hal ini tergantung pada jumlah limbah cair yang diolah dan variabilitas aliran
air limbah cair. Bak equalisasi yang
digunakan harus dapat menampung keseluruhan jadwal proses dari suatu kegiatan
produksi yang mungkin bervariasi dari segi debit limbah cair yang dihasilkan.
Bak equalisasi ini dapat pula dipakai
sebagai tempat pengkondisian limbah cair sebelum mengalami proses pengolahan
berikutnya. Secara sistematis, tujuan dilakukan proses di dalam bak equalisasi adalah sebagi berikut :
a. Untuk
menjaga terjadinya umpan kejutan (shock
loading) pada system proses biologi.
b. Untuk
mengontrol pH.
c. Untuk
menjaga agar aliran limbah cair yang diolah pada sistem biologi dapat mengalir
secara kontinyu, khususnya apabila kegiatan produksi sedang diberhentikan.
d. Untuk
mencegah konsentrasi tinggi dari bahan-bahan toksik yang mungkin dihasilkan
dari kegiatan produksi sebelum masuk ke sistem pengolahan biologi.
Bak equalisasi biasanya memerlukan mixer untuk menjamin homogenitas limbah
cair. Tambahan pula, mixer ini juga membantu terjadinya proses transfer oksigen
dari udara ke dalam limbah cair yang pada gilirannya akan mengurangi kadar BOD
di dalam limbah.
-
Netralisasi
Beberapa limbah cair
industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan
langkah-langkah netralisasi sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke
badan air atau dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik secara
biologi maupun kimia.
2. Pengolahan
Sekunder
Pada umumnya proses
pengolahan sekunder terdiri dari proses aerobik dan anaerobik, digunakan untuk
mendegradasi senyawa-senyawa organik yang terlarut di dalam limbah cair. Proses
pengolahan ini menggunakan mikrooganisme untuk mendegradasi bahan organik yang
terkandung di dalam limbah cair. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya
diambil dari sistem yang sudah berjalan, dan dapat diambil dari keluaran sistem
maupun dari lumpur yang terjadi. Di dalam prakteknya, mikrooorganisme awal yang
biasa disebut sebagai starter, terlebih dahulu harus dilakukan aklimatisasi
untuk mengkondisikan kebiasaan hidupnya dengan lingkungan yang baru.
-
Proses Anaerobik
Dekomposisi bahan
organik di dalam limbah cair akan menghasilkan gas metana dan karbondioksida.
Proses dekomposisi ini berjalan tanpa adanya oksigen. Walaupun secara kinetika
dan keseimbangan bahan sangat mirip dengan proses aerobik, tetapi beberapa
syarat dasar perlu mendapatkan perhatian dalam merancang unit anaerobik ini.
Pada proses ini
konversi dari asam-asam organik yang akan membentuk gas metana menghasilkan
energi yang rendah. Akibat dari hal tersebut maka hasil pertumbuhan
mikroorganisme dan kecepatan degradasinya juga rendah. Konversi bahan organik
menjadi gas baik metana maupun karbondioksida dapat mencapai kisaran antara 80
– 90%. Untuk mencapai efisiensi yang tinggi, diperlukan kenaikan temperatur.
Tetapi hal ini perlu diperhitungkan dengan matang, mengingat bahwa kenaikan
temperatur ini akan menambah biaya operasional dari penanganan limbah cair. Keuntungan
dari proses ini adalah dihasilkannya gas metana yang merupakan bahan bakar yang
dapat digunakan sebagi sumber panas. Selain itu, keuntungan lain adalah bahwa
proses ini mampu untuk mendegradasi bahan organik yang tinggi di dalam limbah
cair. Kandungan bahan organik yang rendah tidak efisien untuk diolah secara
anaerobik.
-
Proses Aerobik
Proses aerasi bertujuan
untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara, ke dalam proses
pengolahan biologis. Aerasi dapat juga digunakan untuk membuang senyawa yang
mudah dari sejumlah limbah cair. Aerasi merupakan proses perpindahan (transfer)
massa antara gas (oksigen) dan cairan. Transfer oksigen ke dalam limbah cair
dipengaruhi oleh variabel fisik dan kimia, antara lain :
- Temperatur
- Pencampuran secara turbulen
- Kedalaman limbah cair
- Karakteristik limbah cair
Beberapa peralatan
aerasi yang umum digunakan pada skala industri saat ini adalah unit air diffusion yaitu sistem aerasi turbin
dimana udara dilepaskan dari bawah baling-baling yang berputar dan dari unit
aerasi permukaan dimana akan terjadi perpindahan oksigen yang memungkinkan
terjadinya turbulensi yang tinggi dari permukaan limbah cair.
-
Trickling
Fillter (Unggun Percik)
Trickling
Filter merupakan tumpukan media dimana limbah cair
memercik dari bagian atas media dan menembus sela-selanya. Dalam prosesnya,
media akan diselimuti oleh lapisan yang merupakan mikroorganisme. Saat limbah
cair melintasi media ini, maka akan terjadi proses degradasi bahan organik di
dalam limbah cair. Media yang dipakai biasanya terbuat dari bahan plastik.
Untuk skala besar, tinggi media ini bisa sampai 12 m dengan laju pengumpanan
sebesar 0,16 m3/(min.m2). Sistem ini mampu mencapai degradasi bahan
organik sebesar 90%. Limbah cair yang melalui tumpukan media memberikan nutrien
kepada lapisan film yang adalah lapisan mikroorganisme. Bersamaan dengan itu,
oksigen juga terdifusi masuk ke dalam lapisan film tersebut. Disinilah terjadi
proses degradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Dari
proses degradasi ini lalu dihasilkan gas CO2 yang terdifusi keluar
dari lapisan film. Apabila lapisan film ini terlalu tebal, maka kemungkinan
akan terjadi proses anaerobik pada bagian lapisan film sebelah dalam. Hal ini
mengingat bahwa oksigen tidak dapat menembus masuk jauh ke dalam lapisan film
tersebut.
Pada trickling filter ini, unjuk kerja akan
erat berhubungan dengan terbentuknya lapisan film pada permukaan media dan lama
waktu kontak antara limbah cair dengan lapisan film tersebut. Karena transfer
oksigen ke dalam lapisan film berhubungan erat dengan turbulensi dari limbah
cair, maka transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh laju pengumpanan dan
konfigurasi dari media yang dipakai di dalam trickling filter. Apabila trickling filter ini akan dipakai untuk
mendegradasi limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi, maka
konsentrasinya harus diperhatikan. Apabila konsentrasi bahan organik terlalu
tinggi, maka akan terjadi proses anaerobik di dalam trickling filter. Akibatnya, dari trickling filter ini akan timbul bau busuk. Pada umumnya, bahan
organik di dalam limbah cair yang diperkenankan untuk diolah di dalam trickling
filter mempunyai besaran BOD antara 600 sampai 1200 mg/l. Lebih dari 1200 mg/l,
prosesnya memerlukan resirkulasi untuk pengenceran konsentrasi dari limbah cair
umpan.Kondisi temperatur sangat mempengaruhi kinerja dari trickling filter. Pada temperatur rendah, maka kecepatan degradasi
akan berkurang, transfer oksigen ke dalam lapisan film akan berkurang serta
limbah cair akan cepat mencapai kejenuhan oksigen. Akibat dari kondisi tersebut
adalah menurunnya aktivitas dari
lapisan mikroorganisme,
sehingga kinerja dari trickling filter
akan menurun.
4.4
Standar baku mutu limbah cair pengalengan ikan
Baku mutu limbah
sangat penting untuk diterapkan, hal ini berkaitan erat dengan menghindari
pencemaran lingkungan yang diakibatkan beban limbah yang telalu berat. Kriteria
baku mutu limbah merupakan standar dari limbah yang terkait dengan keamanan
limbah yang dapat dibuang ke lingkungan. Berikut adalah standar baku mutu
limbah cair dari kegiatan pengalengan ikan.
Tabel 2. Baku mutu limbah cair
pengalengan ikan
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Baku
Mutu
|
Fisika
|
|
|
|
1.
|
suhu
|
°C
|
35
|
2.
|
Total Suspended Solid
|
mg/L
|
50
|
Kimia
|
|
|
|
1.
|
pH
|
-
|
6
- 9
|
2.
|
Sulfida (H2S)
|
mg/L
|
0,05
|
3.
|
Khlorin Bebas
|
mg/L
|
1
|
4.
|
Amoniak Bebas
|
mg/L
|
5
|
5.
|
BOD5
|
mg/L
|
100
|
6.
|
COD
|
mg/L
|
75
|
7.
|
Nitrat
|
mg/L
|
-
|
8.
|
Detergen
|
mg/L
|
-
|
9.
|
Pb (Timbal)
|
mg/L
|
0,1
|
10.
|
Minyak Lemak
|
mg/L
|
10
|
BAB. 5
LIMBAH
GAS
5.1
Sumber limbah gas
5.11 Sisa bagian tubuh ikan
Adanya tumpukan bahan sisa bagian
tubuh ikan seperti tulang, sisik, kulit, kepala, dan ekor yang tergolong dari
limbah padat dan limbah cair yang berasal dari kegiatan industri yang belum
dikelola secara baik yang berakibat pada timbulnya pencemaran lingkungan berupa
bau busuk yang tidak sedap serta munculnya serangga lalat dalam jumlah yang relatif
besar. Adapun hasil yang didapat dari beberapa sumber mengenai bau yang
ditimbulkan dari penggalengan ikan masyarakat mengeluhkan bahwa daerah sekitar
menimbulkan bau amis yang menyengat dan kotor. Bau amis yang menyegat disebabkan
oleh dekomposisi lanjut protein yang kaya akan asam amino bersulfur (sistein),
meningkatkan asam sulfida, gugus tiol, dan amoniak. Asam lemak rantai pendek
dikomposisi bahan organik juga akan menyebabkan bau busuk.
5.
12 Penanganan
Untuk
mengatasi limbah gas yang berpotensi menimbulkan bau yang sangat menyegat
sehingga sangat menggagu sistem pernafasan, caranya dengan melakukan penanganan
limbah padat dan cair secara tepat, sehingga tidak akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang dapat menimbulkan bau busuk seperti senyawa amina, H2S,
gas metan (CH4), PH4, dan senyawa lain yang menimbulkan
bau yang diluar ambang penciuman manusia.
BAB. 6
PEMANFAATAN
LIMBAH
6.1
Jenis limbah yang dapat dimanfaatkan
Dari 3 jenis
limbah yang dihasilkan dari proses pengalengan ikan yaitu limbah padat, limbah
cair, dan limbah gas dimana yang memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan
kembali adalah jenis limbah padat. Limbah padat pada dasarnya terdiri dari
komponen bagian tumbuh ikan yang masih mengandung protein yang tinggi, kalsium,
posfor, metionin, lisin, dan serat yang terdapat pada kulit, tulang, kepala,
sirip, ekor, dan isi perut.
6.2
Metode pengolahan dan hasil pengolahan
Pemanfaatan
limbah padat pengalengan ikan yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
1. Reduce
2. Re-Use
3. Recycle
4. Recovery
5. Rehabilitasi
Dari
upaya pemanfaatan limbah padat, salah satu cara untuk meminimkan limbah yaitu
degan memanfaatkan limbah tersebut untuk diolah lebih lanjut dan dapat
menghasilkan nilai ekonomis. Bahan sisa industri pengalemngan ikan tergolong
dalam limbah yang cepat mengalami pembusukan. Pembusukan tersebut terjadi
akibat penguraian protein yang banyak terkandung dalam bahan sisa ikan. Pemanfaatan
limbah industri pengalengan ikan dapat mengurangi masalah bau yang mencemari
lingkungan dan sekaligus dapat menghasilkan produk baru. Oleh karena itu
berbagai metode sering diaplikasikan dalam pengolahan limbah industri
pengalengan ikan dapat menghasilkan berbagai jenis produk , seperti berikut ini :
a. Gelatin tulang ikan
Tulang ikan
Degreasing (penghilangan lemak)
Direndam pada air mendidih selama 30 menit
Pengecilan ukuran 2-5 cm2
Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam)
Ossein
Pencucian demean air mengalir hingga pH netral
(6-7)
Ekstraksi dalam waterbath pada suhu 90°C
selama 7 jam
Ekstrak disaring
Dipekatkan dengan evaporator
Dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24
jam
Pengecilan ukuran/penepungan
Gelatin
Gambar 9. Proses pembuatan gelatin
tulang ikan
b. Pemanfaatan limbah tulang ikan menjadi tepung ikan dan minyak ikan
dengan enzim papain.
Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin
B. Protein ikan terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti unggas,
babi dan makanan ikan.
Sementara minyak ikan yang dihasilkan dapat menjadi sumber omega-3 yang sangat
baik bagi perkembagan otak.
Gambar 10. Diagram alir proses pengolahan limbah pengalengan ikan
menjadi tepung ikan dan minyak ikan
c. Berbagai produk lain yang
dihasilkan dari pemanfaatan limbah industri pengalengan ikan seperti :
- Sebagai tepung hidrolisat protein
- Sumber kalsium
- Sebagai Pupuk organik
- Daging tiruan, dan lain
sebagainya
6.3
Kelebihan pemanfaatan
Pemanfaatan
limbah pengalengan ikan memiliki kelebihan seperti :
- Mereduksi beban limbah pada lingkungan
- Meningkatkan keefisienan penggunaan
bahan baku
- Memberikan nilai tambah (bernilai
ekonomis)
- Menghasilkan variasi produk baru yang
bermanfaat
- Meningkatkan pendapatan perusahaan.
6.4
Kekurangan pemanfaatan limbah
-
Membutuhkan
penanganan lebih lanjut
- Membutuhkan biaya tambahan
- Membutuhkan tenaga ahli
Mengingat
keuntungan atau kelebihan dalam pemanfaatan limbah pengalengan ikan
dibandingkan kekurangannya terutama dalam pemanfaatan limbah padat, sehingga
saat ini limbat padat menjadi sering dimanfaatkan menjadi produk olahan yang
berguna bagi kebutuhan manusia.
KESIMPULAN
1. Adapun karakteristik fisik limbah pengalengan
yaitu secara fisik terdiri dari berwujud padat dan cair, warnanya merah bata
sampai cokelat, aroma bau amis,
2.
Karakteristik kimia limbah pengalengan ikan yaitu pH 6-9, nilai BOD5
100 mg/L dan COD sebesar 75 mg/L, kandungan logam berat, seperti Pb sebanyak
0,1 mg/L pada limbah pengalengan ikan, dan kandungan lemak/minyak 10 mg/L.
3. Karakteristik
biologi limbah pengalengan ikan yaitu berkaitan dengan penguraian bahan-bahan
organik yang dikukan oleh mikroorganime autotrof berupa proses nitrifikasi. Proses oksidasi ammonium menjadi nitrit
dilakukan oleh Nitrosomonas sp,
dan oksidasi nitrit dilakukan oleh Nitrobacter
sp. Oleh karena itu pada limbah industri pengalengan ikan sering
menimbulkan bau amoniak dan biasanya dengan jumlah 1 mg/L.
4. Limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan industri pengalengan ikan dapat berasal dari bagian tubuh ikan yaitu ingsang,
kepala, tulang, perut, ekor, sisik, sirip, dan kulit ikan. Selain itu limbah
padat juga diperoleh dari kemasan kaleng sisa dari pemotongan.
5. Adapun sumber limbah cair yaitu berasal dari
darah ikan, proses pengolahan seperti pencucian/pembersihan bahan baku,
pembersihan isi perut ikan, pemasakan dan pembersihan lokasi pabrik serta
berasal dari bahan tambahan dalam proses pengalengan seperti air yang
mengandung garam, campuran minyak kedelai, asam sorbat, kalium, natrium sorbat,
dan cairan yang mengandung zat zat organik hasil pengolahan.
6. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan
menggunakan penanganan primer berupa terdiri dari proses equalisasi yaitu
proses yan dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya
fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi. Proses ini sangat diperlukan apabila
limbah cair akan mengalami proses pengolahan berikutnya. Equalisasi dilakukan dalam suatu bak yang ukuran dan jenis baknya
sangat bervariasi.
7. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan
menggunakan penanganan primer berupa terdiri dari netralisasi, dimana beberapa
limbah cair industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan
langkah-langkah netralisasi sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke
badan air atau dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik secara
biologi maupun kimia.
8. Penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan
menggunakan penanganan sekunder yaitu secara aerob dengan menggunakan okesigen,
secara anaerob tanpa melibatkan oksigen. Namun penanganan limbah cair secara
sekunder akan lebih efektif dengan menggunakan metode trickling fillter merupakan tumpukan media dimana limbah cair
memercik dari bagian atas media dan menembus sela-selanya. Dalam prosesnya,
media akan diselimuti oleh lapisan yang merupakan mikroorganisme. Saat limbah
cair melintasi media ini, maka akan terjadi proses degradasi bahan organik di
dalam limbah cair.
9. Limbah gas bersumber dari penanganan limbah padat
dan limbah cair yang tidak tepat. Perombakkan komponen-komponen bahan organik
pada limbah yang dilakukan oleh mikroorganisme menyebabkan munculnya senyawa
yang meninbulkan bau busuk seperti amoniak, H2S, gas metan, pospat,
dan sebagainya.
10. Limbah padat merupakan limbah yang memiliki
potensi untuk dimanfaatkan menjadi berbagai produk seperti tepung ikan, minyak
ikan, gelatin tulang ikan, pupuk organik, pakan ternak, dan sumber kalsium.
DAFTAR PUSTAKA
Hikamah, S R
dan H. Mubarok. 2012. Studi deskriptif pengaruh limbah industri perikanan
muncar, banyuwangi terhadap lingkungan sekitar. Jurnal Bioshell. 1(1) : 1-12.
Billah,
M. 2009. Pemanfaatan limbah ikan tuna melalui proses fermentasi anaerob
menggunakan bakteri ruminansia. Jurnal ilmiah teknik lingkungan. 1 (1) : 48 –
57.
Mahendra,
T. N. 2005. Evaluasi resiko bahaya keamanan pangan (HACCP) tuna kaleng dengan
metode statistical process control.
Skripsi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Istitut
Pertanian Bogor.
Purnomo,
E. 2005. Pemanfaatan bahan sisa dalam upaya meminimisasi limbah padat. Tesis
Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Semarang.
Sahubaya,
L. 2011. Analisis prediksi beban pencemaran limbah cair pabrik pengalengan
ikan. J. Manusia dan Lingkungan. Jurusan Ilmu Perikanan. Fakultas Pertanian.
UGM. 18 (1) : 9-18.
Sulaefi.
2011,. Kinerja bisnis agroindustri pengolahan ikan di Jawa Timur. JBTI.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. 1(1) : 71-85.
Jenie,
B. S. L. dan W. P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius,
Yogyakarta.
Setiyono,
dan S. Yudo. 2008. Potensi pencemaran dari limbah cair industri pengolahan ikan
di Kecamatan Muncar, Kab.
Bayuwangi. JAL. 4(2) : 136-145.
Billah,
M. 1909. Pemanfaatan limbah ikan tuna melalui proses fermentasi anaerob
menggunakan bakteri ruminansia. Jurnal ilmiah teknik lingkungan. 1(1) : 48-57.
Kentaren,
2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.
Buckle,
K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah
: H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Winarno,
F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wijaya,
Y. A. 2013. Pabrik pengalengan ikan tuna KUP mina jaya di sedangbiru. Artikel
Ilmiah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Brawijaya. Fakultas
Teknik, Malang.
Ibrahim,
B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil perikanan
secara biologis dengan lumpur aktif. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 8(1) :
31-40.
#epoxysemarang #epoxyyogyakarta #epoxyjogja #epoxysolo #epoxysragen #epoxytegal #epoxypekalongan #epoxypurwokerto #epoxyjateng #epoxybandung #epoxypurwakarta #epoxybekasi #epoxytangerang #epoxyserang #epoxycilegon #epoxybanten #epoxyjabar #epoxysurabaya #epoxygresik #epoxypasuruan #epoxymalang #epoxypandaan #epoxyjatim #epoxybali #epoxylampung #epoxysumatra #epoxykalimantan #epoxysulawesi #epoxyindonesia #jinggarayaepoxy
BalasHapusKepada Yth
Pimpinan Perusahaan, Kontraktor, Arsitek, Agen, freeline
Dengan Hormat
Kami Jingga A.Raya Coating (aplikator epoxy) yg sudah berpengalaman lebih dari 8 tahun dengan senang hati memberikan informasi dan menawarkan pengerjaan EPOXY FLOORING - Lantai Modern, Eksklusif, dan Hygenis - untuk lantai pabrik atau gudang. Kami Jingga A.Raya Coating sudah banyak mengerjakan pabrik/perusahaan besar dan kecil. Beberapa diantarannya sbb:
PROTECTIVE Coating
1. Pabrik Farmasi - Sidoarjo
2. Percetakan - Surabaya
3. Pabrik Kopi Instan - Semarang
4. Pabrik Plastik - Semarang
5. Gudang Pakan Ternak - Semarang
6. Pabrik Furniture - Semarang
7. Pabrik Herbal - Salatiga
8. Perakitan sepeda motor - Semarang
9. Pabrik Pengalengan ikan - Banyuwangi
10. Pabrik Tekstile - Semarang
11. Pabrik mesin - Semarang
12. Pabrik Minuman instan - Semarang
13. Pabrik pengolahan ikan & Udang - Lampung
14. Pabrik Farmasi – Semarang 1 & 2
15. Pabrik Roti Sariroti - Semarang
16. Pabrik Herbal – Lampung
17. Gudang Farmasi Pemprov - Lampung
18. Indonesia Power (PLN) – Semarang
19. Indonesia Power (PLN) – Jakarta
20. Pembangkit Jawa Bali (PJB) semua area
21. Garment Industry (Emba Jeans) - Malang Jawa Timur
22. Herbal & Pharmacy industry - Semarang Jawa Tengah
23. Dll
Plus banyak project Decorative Coating (Hotel, Villa, Cafe, Resto, kantor, sekolah, Residence dll)
Kami Jingga A. Raya Coating and Protection juga memiliki produk yg biasa kami pake dengan kualitas yg sudah cukup teruji dengan banyak keunggulan, yaitu J-Floor untuk flooring dan J-Coat. Selain itu kami juga siap menggunakan produk pilihan sesuai keinginan Anda.
Dikerjakan oleh team yg berpengalaman dan Profesional
Untuk informasi dan konsultasi gratis
Hubungi Kami
Hp 0821 3851 5538
WA 0813 9307 1048
Www.jinggaraya.com
Support@jinggaraya.com
Jinggaraya.coating@gmail.com
Nb. Contoh pekerjaan bisa lihat di FB kami : Jingga A.Raya
Terima kasih
Salam
Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller dan waste water treatment,oli industri chiller evapko STP dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
BalasHapusHp 081310849918
Terima kasih